Wanita-wanita Kuat di Balik Tragedi Tsunami Aceh 20 Tahun Lalu

Delisa Fitri Rahmadani masih berusia 7 tahun gempa dan tsunami melanda pesisir Aceh 26 Desember 2004. (Courtesy: Dokumen Pribadi Delisa)

Delisa Fitri Rahmadani masih berusia 7 tahun gempa dan tsunami melanda pesisir Aceh 26 Desember 2004. (Courtesy: Dokumen Pribadi Delisa)

Suatu pagi yang sejuk saat matahari masih bersembunyi di balik awan, suara ingar bingar kendaraan bermotor mengiringi langkah-langkah kecil seorang perempuan berhijab cokelat muda menuju gedung di kawasan Batoh, Kecamatan Leung Bata, Kota Banda Aceh, Selasa (17/12).

Sesaat masuk ke dalam gedung UCC Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Aceh, pandangan tegak lurus dihiasi senyum tipis terlihat dari raut wajah perempuan yang 20 tahun silam menjadi saksi hidup peristiwa gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan wilayah pesisir Aceh pada Minggu 26 Desember 2004. Di gedung itu dia akan bercerita tentang tsunami Aceh yang menjadi titik balik kehidupannya.

Delisa Jadi Inspirasi Film

Perempuan penyintas tsunami itu bernama Delisa Fitri Rahmadani. Kini usianya telah 27 tahun. Setiap tahun menjelang peringatan tsunami, Delisa kerap diundang sebagai narasumber untuk berbagi cerita ke banyak orang tentang kisahnya yang mampu bangkit usai bencana dahsyat memorakporandakan pesisir Serambi Makkah.

Kisah perempuan penyintas tsunami itu sempat menjadi inspirasi sebuah film layar lebar berjudul “Hafalan Salat Delisa” yang rilis pada tahun 2011.

**Kisah Inspiratif Penyintas Tsunami Aceh: Hafnidar A.Rani**

**Pengalaman Mencekam Saat Tsunami Melanda**

Pada pagi hari yang penuh ketakutan, Hafnidar A.Rani, seorang penyintas tsunami yang juga merupakan guru besar perempuan pertama di Aceh, harus menghadapi ujian terberat dalam hidupnya. Dalam wawancara eksklusif, Hafnidar berbagi kisahnya tentang momen mencekam saat tsunami melanda Serambi Makkah.

**Guncangan Pertama: Ketika Bumi Bergoyang**

“Waktu kejadian saya masih di kamar bersama anak-anak. Kemudian, pukul 08.00 WIB mulai terasa bumi berguncang dan kami keluar rumah. Setelah gempa kami masuk ingin memastikan bagaimana kondisi di dalam rumah, hanya dua vas kecil yang jatuh,” ujar Hafnidar.

Gempa pertama membuat warga panik, namun mereka masih bisa menjaga ketenangan. Namun, ketika gempa kedua mengguncang, kepanikan mulai merajalela di jalan-jalan Serambi Makkah.

**Keputusan Menentukan: Berlari ke Lantai Dua**

Saat tsunami mulai mendekat, Hafnidar dan keluarganya memutuskan untuk menyelamatkan diri ke lantai dua rumah mereka. Dengan berani, mereka berlari menuju keselamatan, meskipun air tsunami telah mencapai atap rumah.

“Kami berlari ke lantai dua. Sampai di lantai dua tapi kunci pintu sudah tidak bisa dibuka lagi karena telah penuh dengan mayat. Air di luar rumah sudah melewati atap. Tapi di dalam rumah Allah masih melindungi kami, air tidak terlalu tinggi. Saya menggendong anak yang masih berusia 18 bulan. Saya peluk erat karena waktu itu pikiran sudah kosong,” cerita Hafnidar.

**Kisah Penuh Keajaiban di Atas Atap Rumah**

Di atas atap rumah yang terombang-ambing oleh gelombang tsunami, Hafnidar dan keluarganya hanya bisa berdoa dan bertahan. Mereka saling berpelukan, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi. Namun, sebuah keajaiban terjadi ketika kapal PLTD Apung hampir mendekati rumah mereka, memberi mereka harapan untuk bertahan hidup.

Setelah air tsunami surut, mereka mencari pertolongan dan menyadari dampak traumatis yang mereka alami. Hafnidar dan keluarganya memutuskan untuk mengungsi dan tidak menetap di Aceh setelah peristiwa mengerikan itu.

**Hikmah dan Pelajaran dari Bencana Tsunami**

Meskipun trauma yang mendalam menghantuinya, Hafnidar melihat adanya hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari bencana tsunami yang melanda Aceh 20 tahun lalu. Ia memilih untuk melanjutkan studi ke Malaysia, membawa anak-anaknya untuk sekolah di luar Aceh, dan memulai kehidupan baru.

**Aceh, Sri Lanka, Thailand, dan India: Dampak Terparah Tsunami**

Gempa dan tsunami Aceh 2004 menjadi titik balik bagi Hafnidar A.Rani. Aceh, bersama dengan Sri Lanka, Thailand, dan India, merupakan daerah yang terkena dampak paling parah akibat bencana tersebut. Tsunami tersebut menelan korban hingga 170.000 jiwa dan meninggalkan banyak warga kehilangan harta bendanya.

**Kisah Inspiratif Hafnidar A.Rani: Semangat Bangkit dan Tidak Pernah Menyerah**

Dari kisah perjalanan hidupnya, Hafnidar A.Rani mengajarkan kita untuk selalu berusaha bangkit dan tidak pernah putus asa. Meskipun menghadapi ujian yang berat, ada jalan keluar asalkan kita tetap berjuang dan percaya pada kekuatan yang lebih besar.

**Penutup**

Gempa dan tsunami Aceh 2004 mengguncang dunia dan meninggalkan luka yang mendalam bagi banyak orang. Namun, kisah inspiratif Hafnidar A.Rani mengajarkan kita untuk tetap kuat dan optimis meskipun dihadapkan pada cobaan terberat sekalipun. Semoga kisah perjalanan hidupnya menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu bangkit dan tidak pernah menyerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *