Hati-hati dengan ‘Sharenting’, Ancaman Tersembunyi!

Anak-anak dapat menghadapi bahaya di media sosial yang berasal dari orang tua mereka, tanpa disadari. Orang tua mungkin ingin berbagi momen bahagia anak di media sosial, seperti foto, video, atau status terbaru, dengan tujuan baik. Namun, kegiatan ini, yang disebut sebagai “sharenting” oleh pakar sosial, bisa membahayakan keselamatan dan privasi anak.

Sebagai contoh, orang tua yang membagikan foto anak dengan warna kulit gelap di masa kecil, mungkin tidak menyadari bahwa anak mereka bisa diolok-olok atau di-bully di kemudian hari. Foto-foto yang tidak pantas juga bisa berdampak negatif terhadap karier anak di masa depan, seperti digunakan dalam iklan politik untuk menjatuhkannya.

Orang tua harus berhati-hati dalam berbagi informasi di media sosial, karena informasi seperti nama sekolah anak atau lokasi tempat bermain bisa dimanfaatkan oleh predator untuk melacak anak secara offline. Jejak digital yang diciptakan orang tua juga bisa digunakan untuk kepentingan bisnis dan branding di media sosial.

Studi di Italia dan Prancis menunjukkan bahwa sharenting adalah praktik yang umum terjadi di kalangan orang tua Milenial, namun banyak dari mereka tidak menyadari risiko yang dihadapi anak terkait praktik tersebut. Oleh karena itu, orang tua perlu menjaga kehati-hatian dan prioritaskan kepentingan terbaik bagi anak dalam berbagi informasi di media sosial.

Mengungkap Bahaya Sharenting dan Dampaknya Terhadap Privasi Anak

Penemuan Mengerikan dari Komisi Investigasi

Para penyidik dari komisi itu menemukan, foto-foto polos anak-anak yang awalnya di-posting di media sosial dan blog keluarga mencapai setengah dari jumlah materi yang ditemukan di beberapa situs berbagi gambar orang-orang pedofil.

Sebuah situs yang memiliki setidaknya 45 juta gambar, contohnya, “sekitar separuh materinya bersumber langsung dari medsos” dan dengan jelas diberi label di folder sebagai gambar dari Facebook, atau medsos lain seperti Kik, dengan satu folder bernama “Kik girls”. Yang lainnya diberi label “Teman-teman Instagram putriku”. Foto-foto yang diunduh dari media sosial itu tidak vulgar, namun sering kali disertai dengan komentar-komentar yang secara eksplisit “men-seksualisasi” gambar anak-anak itu.

Di Indonesia sendiri ancaman pedofil sangat nyata. Pada tahun 2017, jaringan pedofil anak di Facebook dengan nama Official Candy’s Group terbongkar. Grup tersebut memiliki 7.479 anggota dan memiliki ratusan konten pornografi anak-anak.

Privasi Anak: Pro dan Kontra Sharenting

Argumen pro dan kontra mengenai sharenting, menurut Hanifah, berkisar pada kewenangan orang tua terhadap anak dan hak privasi anak itu sendiri. Kontroversi ini muncul karena belum ada kesadaran akan batasan antara hak orang tua untuk membagikan konten tentang anak dan hak privasi anak.

Meskipun secara hukum orang tua memiliki kewenangan terhadap anak berdasarkan Pasal 47 ayat (1) UU No. 1 tahun1974 tentang perkawinan, di mana anak di bawah umur 18 tahun atau belum menikah masih di bawah kekuasaan orang tua, orang tua perlu melibatkan anak terutama pada hal yang terkait dengan privasi si anak. Sayangnya, saat membagikan informasi tentang anak-anak mereka secara online, orang tua sering kali melakukannya tanpa persetujuan anak-anak mereka.

ILUSTRASI - Salah satu bahaya yang mungkin dihadapi anak-anak di media sosial berasal dari sumber yang tidak terduga: orang tua mereka. (Emilio Morenatti, File/AP)

ILUSTRASI – Salah satu bahaya yang mungkin dihadapi anak-anak di media sosial berasal dari sumber yang tidak terduga: orang tua mereka. (Emilio Morenatti, File/AP)

“Kita kadang lupa bahwa anak juga punya hak terhadap privasinya. Maksud orang tua memposting foto-foto mungkin sekadar untuk lucu-lucuan atau proud terhadap perkembangan anaknya. Tapi di sisi lain bisa melanggar privasi anak ke depannya,” ungkap Hanifah.

Rita membenarkan itu. Selama ini, katanya, ada persepsi keliru dalam konteks relasi orang tua dan anak. “(Anak-anak) seolah menjadi milik orang tua, dan orang tua boleh melakukan apa saja. Tapi kan sebenarnya tidak seperti itu,” katanya.

Hasil penelitian Microsoft tahun 2020 yang dilakukan terhadap remaja di Indonesia menunjukkan bahwa 53 persen dari responden tersebut menyatakan memiliki masalah dengan perilaku orang tua dalam mengunggah informasi tentang mereka secara online. Survei CBBC Newsround juga memperingatkan bahwa seperempat anak yang foto-fotonya dibagikan di internet merasa malu atau khawatir dengan tindakan ini.

ILUSTRASI - (Seth Wenig, File/AP)

ILUSTRASI – (Seth Wenig, File/AP)

Dampak Negatif Sharenting pada Anak

Dalam sharenting, menurut Edward, orang tua harus mengambil peran ganda — tidak hanya melindungi privasi dan data diri anak namun juga menjadi juru kunci perjalanan hidup anak mereka yang menjadi konsumsi publik di ruang digital. “Jadi menurut saya, orang tua sebaiknya mempunyai kemampuan untuk menahan diri, dan membatasi agar exposure anak di medsos tidak terlalu banyak,” katanya, sambil mengingatkan bahwa identitas digital yang dibangun oleh orang tua bisa merugikan anak atau menempatkan anak dalam keadaan bahaya.

Bagi orang tua yang gemar melakukan sharenting, Hanifah mempunyai saran. “Pahami kebijakan privasi media sosial. Pastikan Anda memahami bagaimana medsos yang Anda gunakan memproses dan melindungi informasi pribadi Anda dan anak-anak Anda. Batasi jumlah foto yang diunggah dan pastikan foto-foto itu tidak mengungkapkan informasi pribadi yang sensitif. Juga, jangan lupa gunakan filter privasi,” katanya.

Sementara itu, Rita, mengingatkan agar orang tua tidak sungkan mengajak anak berdialog sebelum mengunggah konten tentang mereka di medsos. “Kalau anak-anak sudah besar, bukan lagi balita, kita harus mendengar pendapat anak. Tanya mereka, ‘Apakah boleh difoto? Boleh nggak di-upload.’ Itu adalah aturan dasar yang menghormati hak anak,” jelasnya.

Sharenting bisa memiliki dampak jangka panjang terhadap anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka di media sosial terhadap hak privasi anak. Dengan kesadaran dan pengertian yang lebih baik, diharapkan kasus-kasus pelanggaran privasi anak akibat sharenting dapat diminimalkan. Selamatkan privasi anak dengan bertanggung jawab dalam berbagi informasi tentang mereka secara online.

Please rewrite this sentence for me.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *